Rabu, 19 Januari 2011

Gema Jantung Yang Tersiksa, Edgar Allan Poe



            Cerita “Gema Jantung Yang Tersiksa” karangan Edgar Allan Poe ini adalah salah satu cerita pendek yang saya suka karena penuh dengan kesan mengerikan tapi juga ada sedikit kesan humor yang membuat saya tertawa ketika membacanya. Cerita ini dimulai dari rasa ketidaksukaan si aku terhadap sesuatu yang dimiliki kakek, yaitu MATA si kakek. Sebenarnya si aku sangat menyukai kakek tersebut, ia juga menyayanginya. Akan tetapi ketika ia melihat mata kakek tersebut, munculah sesuatu kebencian dari dalam tubuh si aku. Hubungan si tokoh aku dan si tokoh kakek sebenarnya bisa dibilang baik atau pura-pura baik tepatnya. Di suatu pagi yang cerah, si aku masuk ke kamar kakek dan berbincang-buincang menanyakan apakah kakek tidu nyenyak semalam atau tidak. Akan tetapi kegilaan si aku membuat ia ingin membunuh kakek, ia benar-benar tidak menyukai mata si kakek, bahkan ia menyebut mata kakek tersebut sebagai MATA SETAN. 
Lalu si aku membuat perencanaan matang untuk membunuh si kakek. Di malam yang sunyi dan sepi, si aku dengan menggunakan sedikit cahaya lentera masuk ke kamar kakek dan membunuh kakek. Untuk menghapus segala jejak perbuatannya, si aku memotong-motong tubuh kakek menjadi beberapa bagian dan meletakkannya di bawah lantai kamarnya kakek.
           Dan di akhir cerita, Poe menjelaskan bahwa si tokoh aku mengakui segala perbuatannya kepada polisi, bahwa ia telah membunuh si kakek. Sesuatu yang menyebabkan ia mengaku perbuatannya adalah karena ia merasa terus dihantui oleh denyut jantung si kakek dari bawah lantai kamar kakek, tempat dimana ia menguburkan jasad kakek yang telah ia mutilasi.

The Prince and the Pauper, Mark Twain

          The Prince and The Pauper merupakan salah satu karangan klasik yang ditulis oleh Mark Twain, nama pena dari Samuel Langorne Clemens. Cerita ini penuh dengan perbedaan-perbedaan antara kehidupan di kerajaan dan kehidupan rakyatnya. Mark Twain meggambarkan bahwa di istana penuh dengan kemewahan, pakaian mahal, makanan enak, dan para pelayan yang akan selalu ada untuk melayani raja beserta keluarganya. Ini sungguh berbeda dengan kehidupan rakyat yang hidup di sekitar istana. Mark Twain menggambarkan bahwa kehidupan rakyat penuh dengan kejahatan, kemiskinan, dan keburukan. Rakyat hidup menderita, mereka berpakaian lusuh dan kotor dan sukar mendapatkan makanan enak. Juga banyak terjadi penculikan dan pencurian. Bukan hanya itu, rakyat juga dibebani dan diikat akan semua peraturan kejam yang dibuat oleh Raja Inggris, Henry VIII. Jika ada rakyatnya yang ketahuan melakukan kejahatan, maka hukumannya bisa berupa cambukan, digantung, dimasukkan ke dalam air panas atau minyak mendidih. Dan ironisnya, seseorang bisa saja dihukum jika orang lain berkata kalau memang dia bersalah tanpa bukti yang akurat dan jelas.
          Semua Akan tetapi, penderitaan rakyat tersebut akhirnya diketahui oleh pangeran, Edward Tudor setelah ia bertukar identitas dengan anak miskin yang bernama Tom Canty. Selama pertukaran tersebut, pangeran berpetualang menjadi orang miskin dan pangeran jadi tahu akan semua peristiwa yang kejam dan menyedihkan di kehidupan rakyatnya. Dan ia bersikukuh untuk mengubah semua peraturan kejam yang dibuat oleh ayahnya, Raja Henry VIII.
          Sedangkan Tom Canty terjebak di istana menggantikan posisi pangeran. Dan ketika ia akan dinobatkan menjadi raja baru setelah kematian raja Henry VIII, untunglah pangeran datang dan memberitahu kalau Tom bukanlah pangeran sebenarnya. Setelah pembuktian yang cukup singkat dan menegangkan, barulah semua orang yang hadir di acara penobatan tesebut percaya bahwa memang Edward Tudor lah sang pangeran yang sebenarnya.
          Setelah raja, Edward Tudor melewati semua petualangannya menjadi seseorang yang miskin, ia megubah semua aturan kejam yang mengikat rakyatnya. Ia pun memberikan bantuan-bantuan kepada rakyatnya yang membutuhkan.

Raksasa Yang Suka Mementingkan Diri Sendiri, Oscar Wilde

           Cerita ini dimulai dari keceriaan anak-anak yang bermain di kebun cantik milik raksasa. Kebun itu sangat indah, penuh dengan rumput hijau yang segar, bunga-bunga, pohon persik, dan burung-burung yang bernyanyi. Anak-anak sangat senang bermain di kebun itu. Akan tetapi keceriaan anak-anak menghilang ketika suatu hari raksasa pulang ke kebunnya setelah mengunjungi temannya untuk menceritakan semua yang harus diceritakannya. Raksasa tersebut sangat egois. Ia tidak suka melihat anak-anak bermain di kebunnya. Ketika raksasa melihat anak-anak sedang bermain di kebunnya, ia marah dan berteriak “Apa yang kalian lakukan disini?”. Teriakan raksasa tersebut membuat anak-anak ketakutan dan berlari kencang keluar dari kebun. Raksasa tersebut sangat egois. Lalu si raksasa membuat tembok tinggi di kebunnya dengan bertuliskan DILARANG MASUK.
            Raksasa akhirnya menyadari bahwa keegoisannya telah membuat semua rumput, bunga-bunga, pohon persik, dan burung-burung tidak mau lagi bermain di kebunnya. Kini, yang menghiasi kebunnya hanyalah salju dan kedinginan. Lalu ia pun kembali memperbolehkan anak-anak untuk bermain di kebunnya yang cantik.
            Cerita ini menarik mengajarkan anak-anak untuk tidak berlaku egois pada orang lain. Seseorang tidak boleh hanya mementingkan dirinya sendiri. Manusia pasti membutuhkan orang lain, siapapun itu.

Pangeran nan berbahagia, Oscar Wilde


          Cerita ini sungguh penuh dengan pesan moral terhadap pemerintah. Bahwa sudah seharusnya pemerintah mengurangi penderitaan rakyat miskin. Pemerintah sudah seharusnya lebih peduli terhadap kondisi rakyatnya, bukan malah hidup mewah di istana pemerintahan.
            Berawal dari burung layang-layang yang ingin pergi ke Mesir. Namun sebelum berangkat ke Mesir, burung layang-layang tersebut ingin mengajak cintanya, yaitu alang-alang untuk ikut pergi bersamanya ke Mesir. Tapi alangkah menyedihkannya, karena alang-alang tidak mau diajak pergi. Burung layang-layang pun pergi sendirian, dan selama di perjalanan, ia merasa capek dan letih, ia pun memutuskan untuk beristirahat di bawah patung emas. Ketika ia ingin tidur, tiba-tiba ada butiran air besar yang menimpanya. Ia lalu melihat ke atas, dan melihat peristiwa aneh, yaitu sebuah patung emas menangis. Bagaimana bisa sebuah patung yang terbuat dari besi bisa mengeluarkan air mata. Ia lalu bertanya kepada si patung, “Siapakah kau sebenarnya?”. Patung pun menjawab bahwa ia adalah seorang pangeran nan berbahagia, yang ia tahu semasa hidupnya menjadi pangeran adalah kebahagiaan, kebahagiaan, dan kebahagiaan. Ia sama sekali tidak tahu apa itu tangisan dan kesedihan. Tapi setelah dia mati dan dibuatkan sebuah patung di atas menara kota paling tinggi, barulah ia tahu apa itu tangisan dan kesedihan. Karena di atas menara tersebut, ia bisa melihat semua peristiwa-peristiwa yang terjadi di kotanya. Ia sangat sedih melihat keadaan kotanya, ternyata selama ini penduduk kotanya penuh dengan kesedihan dan kemiskinan.
Akhir dari cerita ini sungguh menyedihkan karena ketika semua lapisan emas dari patung pangeran telah habis dibagikan kepada pendudukya yang membutuhkan, patung pangeran menjadi lusuh dan jelek. Patung pangeranpun dibakar dan dibuang oleh para dewan. Lalu para dewan mengadakan rapat untuk memutuskan  siapa yang akan menggantikan patung pangeran tersebut, dan mereka pun bertengkar karena semua para dewan ingin dibuatkan patungnya masing-masing.
            Cerita ini sungguh bagus dibaca, tidak hanya untuk anak-anak, tapi juga orang dewasa. Dalam penyampaian cerita ini, Oscar Wilde banyak memasukkan unsur-unsur humor yang akan membuat kita tertawa ketika membacanya.